Senin, 05 April 2010

Kol Kampus

Bangsa kita punya kebiasaan unik, memberi nama suatu benda berdasar merk yang dikenal pertama kali. Ambil contoh : ppo itu bisa berarti minyak angin, orang bisa minta ppo (maksudnya minyak angin) cap Kampak atau Caplang, padahal PPO (Pak Pung Oil) adalah merk minyak angin yang pertama kali dan cukup terkenal. Ada lagi kodak, selalu diidentikkan dengan kamera, jadi kita bisa punya kodak (maksudnya kamera) merk Nikon, Fujica, Asahi Pentax, Cannon, sementara Kodak adalah merk kamera pertama yang terkenal. Masih banyak contoh yang lain, seperti honda selalu mewakili kendaraan bermotor roda dua buatan Jepang. Jadi ada orang Yogya ke Klaten naik honda merk Yamaha.


Demikian juga yang menjadi judul tulisan ini, kol. Aslinya jenis kendaraan ini adalah varian mobil komersial keluaran industri otomotif Mitsubishi yang memberi nama produknya Mitsubishi Colt, type T-120, satu kendaraan berbentuk pick up yang aslinya dengan bak terbuka karena memang dimaksudkan untuk angkutan barang. Pick up ini kemudian dikembangkan oleh masyarakat menjadi kendaraan angkutan penumpang dengan memberi kap terpal atau dekleed dilengkapi tempat duduk memanjang kebelakang di dua sisi samping bak belakang, atau yang sekalian diubah bentuk karoserinya menjadi station wagon. Jenis kendaraan penumpang dengan bentuk seperti inilah yang kemudian sangat dikenal oleh masyarakat dengan nama Kol (aslinya : Colt). Jadi apapun merk mobilnya, maka semua bentuk kendaraan penumpang seperti ini selalu disebut kol, merknya boleh Isuzu, Daihatsu, Kijang dan lain-lain. Yang lebih parah lagi, DLLAJR-pun ikut-ikutan latah, dibeberapa kawasan di berbagai kota ada rambu lalulintas berbunyi : “Kol dilarang masuk” , jadi kalau mengacu pada arti sebenarnya, harusnya mobil Kijang, Isuzu, Daihatsu boleh dong masuk Padahal maksud sesungguhnya yang dilarang adalah semua kendaraan penumpang sejenis station wagon atau pickup yang menjadi angkutan penumpang.

Di Yogya, kol mempunyai sejarah tersendiri karena pernah mempunyai nama harum di kalangan masyarakat, khususnya mahasiswa UGM. Saat itu di akhir 70-an atau awal 80an, moda angkutan umum bermotor dalam kota belum ada kecuali becak dan andong, sementara kendaraan pribadi roda dua atau empat masih relatif terbatas, khususnya di kalangan mahasiswa. Kendaraan di kalangan pelajar dan mahasiswa masih didominasi sepeda onthel.

Seiring dengan muncul dan demikian ngetrennya kendaraan komersial Mitsubishi colt, beberapa orang berinisiatif mengoperasikan kendaraan miliknya yang telah dimodifikasi menjadi pickup dengan bak belakang tertutup terpal dengan tempat duduk berbentuk bangku panjang. Bidikan pertama adalah ke jurusan kampus, yang tidak lain adalah kampus Universitas Gadjah Mada di Bulaksumur. Angkutan ini dalam waktu singkat menjadi andalan dan idola para mahasiswa UGM karena mereka menelusuri jalan-jalan di lingkungan kampus sampai ke fakultas-fakultas. Dan sinilah yang kemudian moda angkutan umum ini populer dijuluki kol kampus, dengan teriakan kernetnya .. kampus ……kampus…. kampus.
Moda angkutan umum ini akhirnya tidak hanya menjadi andalam mahasiswa UGM, tetapi juga menjadi andalan masyarakat umum yang lain karena mereka merasa terbantu untuk mencapai tujuan di jalur-jalur yang dilalui kol kampus ini.

Sayang tidak terekam dalam ingatan saya berapa tarif pertama yang dikenakan pada penumpang saat itu, tetapi yang jelas sejak saat itu jugalah masyarakat mulai mengenal tarif jauh-dekat sama saja. Karena masyarakat belum terbiasa, tidak jarang terjadi adu urat leher antara penumpang dan kernet yang menarik ongkos, penumpang merasa tempat tujuan tidak terlalu jauh, tetapi harus bayar sama dengan yang naik dari ujung pangkal pemberangkatan sampai kampus UGM.
Yang masih saya ingat adalah route awal-awal adanya kol kamus, dari arah selatan Pingit-Jalan Magelang-Borobudur Plaza kanan-Cemorojajar-Jetis-masuk lewat Gedung BPA kanan-Bundaran-menelusuri kampus-keluar lewat bundaran lagi-Cik Di Tiro-Kridosono-Jembatan Kewek-Malioboro.
Bila saya dari Magelang ingin ke Malioboro, selalu dari bis umum turun Borobudur Plaza, kemudian ikut putar-putar kampus, langsung Malioboro. Tarifnya saya lupa, yang jelas lebih murah dibanding naik becak dari Pingit.
Walaupun moda angkutan ini dari jenis angkutan komersiil berbayar mereka tetap menggunakan plat hitam.

Sudah bisa diduga, melihat prospeknya yang begitu cerah, maka jumlah angkutan ini dalam waktu singkat menjamur dan berkembang demikian pesat jumlahnya, bahkan trayeknyapun sudah bukan terbatas ke kampus UGM melainkan ke segala arah. Tetapi anehnya masyarakat sudah tidak peduli lagi dengan namanya, tetap saja mereka menyebutnya kol kampus meskipun trayeknya sama sekali tidak bersinggungan dengan kampus UGM. Karena itu jangan heran kalau ada kol kampus jurusan Kalasan (memangnya disana ada kampus apaan waktu itu?)

Pemerintah yang melihat moda angkutan ini semakin semrawut trayek-trayeknya, akhirnya mengadakan penertiban, pertama perubahan angkutan plat hitam diharuskan menjadi plat kuning yang diatur trayek-trayeknya, dengan kewajiban kir kendaraan dan aturan-aturan lain yang berkaitan, pajak-pajaknya, serta manajemen kepemilikan operatornya.
Mulailah dibentuk koperasi-koperasi angkutan dalam kota dengan merekrut para pemilik kol kampus ini sebagai anggota dan merubah bentuk kendaraan pickup menjadi bus mini, terlahir diantaranya Aspada, Kopata, Kobutri dan lain-lain seperti bentuknya sekarang ini.
Dengan demikian, diakui atau tidak, kol kampus inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya moda angkutan kota seperti yang kita kenal sekarang ini, dan terakhir adanya moda angkutan terbaru Trans Jogya.


Tanpa bermaksud promosi, sebenarnya Mitsubishi dengan Colt-nya telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perkembangan industri angkutan penumpang dan barang, serta industri manufaktur sebagai industri hilir.
Di bidang menufaktur, berkembang pesat adanya industri karoseri, contohnya Adiputra di Malang, dan New Armada di Magelang yang dalam perkembangannya menjadi demikian menggurita, mereka mengawali industri karoserinya dengan Mitsubishi Colt ini, baru kemudian disusul dengan produk industri otomotif lainnya seperti Daihatsu, Kijang, Isuzu dan lain-lain..

Langkah perkembangan seperti itulah yang akhirnya mengilhami hal serupa di kota-kota lain di Indonesia.

Kampus…..kampus……kampus…….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar